-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Sisa Kemerdekaan

Rabu, 20 Agustus 2025 | Agustus 20, 2025 WIB Last Updated 2025-08-22T07:03:11Z

 


Oleh Saifuddin A. Rasyid


Al-Rasyid.id -  Satu video berdurasi sekira satu menit beredar setelah perheletan upacara hari kemerdekaan kemarin. Lokasi unggahan terkesan mewah tetapi tidak ada penjelesan dimana video singkat itu diambil. Meski khalayak dapat langsung terasosiasi ke istana negara. Tampak disitu satu anak laki laki sekira dibawah sepuluh tahunan sedang memungut makanan dari kotak kotak snack yang berantakan di lantai berkarpet merah dan atas kursi kursi tamu yang berbalut sarung kain putih bersih. 


Anak itu membuka kotak kotak itu dan mengambil kue kue yang masih bisa dimanfaatkan. Dikumpulkan dalam kantong kresek yang dijinjingnya. Dia tampak bebas merdeka bergerak dan wajahnya menyiratkan kebahagiaan. Ya kebahagiaan polos yang terpancar dari wajah seorang bocah yang sedang mendapatkan mainan atau makanan yang disukainya. 


Video itu beredar dengan narasi yang menyayangkan gambaran kondisi rakyat Indonesia yang kesulitan dan mengais makanan bekas di tengah hari kebahagiaan pesta kemerdekaan. Narasi tersusun rapi yang mengesankan image beginilah sebagian warga miskin menjalani kehidupan sehari hari hidup dari memungut bekas makanan orang kaya. Memulung dari bekas.


Pemulung


Di tengah angka statistik sekira 23,85 juta penduduk atau 8,47 persen dari 286 juta lebih penduduk Indonesia -- yang dikategorikan miskin perkuartal satu 2025 dengan perkapita Rp 20 ribu perhari -- sebagian mereka adalah pemulung.


Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan (BP Taskin) berdasarkan data terbaru mencatat jumlah pemulung yang terdata di Indonesia mencapai 4,2 juta orang. Itu belum termasuk pemulung yang tanpa identitas, tidak terdata, yang umumnya tidak memiliki KTP, yang diperkirakan mencapai 10 ribu orang.


Memulung adalah pekerjaan paling mudah tanpa memerlukan ijazah atau dokumen formal lainnya. Profesi ini dijalani warga pemulung secara teratur dalam satu komunitas. Ada organisasi yang menaungi profesi ini. Salahsatunya IPI, Ikatan Pemulung Indonesia, yang didirikan pada tahun 1991.





Pemulung tak selalu tak terhormat. Memang bagi sebagian orang profesi ini seperti kurang berkelas, tetapi mereka tercatat berperan sangat penting sebagai mata rantai sistem pengelolaan sampah dan sebagian untuk dimanfaatkan kembali. Peran mereka penting dalam mengurangi volume sampah yang dibuang ke TPA dan meningkatkan daur ulang. Jadi tidak bijak bila ada orang ingin melihat mereka dengan sebelah mata.


Sampah is Money


Tanpa mengabaikan rasa kurang adil yang dialami anak dalam video itu di ujung kemewaan satu pesta “kenegaraan”, dan tujuan baik dari pengunggah video itu untuk mengetuk rasa keperdulian kita terhadap ketimpangan yang terjadi di bangsa ini -- bahkan mungkin dapat lebih mendorong advokasi keberpihakan pengelola negara kepada kesejahteraan -- saya ingin mengapresisasi aksi tulus dan mulia anak itu, meski tanpa berpikir akan ada kamera dan beredar ke media.


Sejatinya dia melakukan satu tindakan mulia. Mempromosikan kebaikan dan memompa rasa ingin belajar kita. 


Sebagai antithesis video anak itu, pada saat yang bersamaan juga beredar satu video singkat, 24 detik, yang memperlihatkan seorang pejabat Negara, Menko Zulkifli Hasan (Zulhas) – di ruang rapat Kemenko yang dipimpinya -- mengumpulkan kue kue dari kotak snack bekas yang berserakan di atas meja rapat. Terkesan dalam video itu rapat baru saja selesai. 


Sama persis dengan yang anak itu lakukan. Tetapi image yang ditimbulkan Zulhas beda. Tidak terkesan memulung, bahkan mungkin orang memujinya sebagai tindakan seorang pemimpin yang ingin mengajarkan sikap anti mubazir. Mulia sekali.


Anak itu dan video Zulhas sama sama memberikan pelajaran kepada kita. Pelajaran bahwa dalam sampah ada sumberdaya. Ada kekuatan dan energi yang dapat menggerakkan. Dalam sampah ada uang. 


Pertama, hindari mubazir. Tak jarang pemimpin negara mengingatkan bangsa ini agar hemat dan jangan mubazir. Bahkan pada saat kita, bangsa ini, sedang menjalankan kebijakan efisiensi nasional sejak awal tahun 2025 ini. Setiap instansi diminta menghemat, bahkan mengurangi jumlah hari kerja di kantor dengan tujuan penghematan.


Adalah baik efisiensi bila dapat dijalankan setiap individu bangsa ini sebagai budaya, tidak secara terpaksa. Tidak menampilkan dan atau mamamerkan kemewahan, tidak berlebih lebihan. Karena hal ini bukan hanya berdampak positif pada efektifitas program dan pola hidup, tetapi juga sangat sejalan dengan ajaran agama. Khususnya Islam. Tentu semua agama mengajarkan anti sikap mubazir. Islam bahkan tegas menyebut “orang mubazir saudara syaithan” (mafhum Hadts).


Kalau kita rujuk pada berbagai referensi, dijelaskan bahwa mubazir adalah kesia siaan dan tidak berguna. Membuang buang energi dan disfungsi sumberdaya. 


Kedua, kedua video yang dijelaskan diatas memberikan perkuatan kepada kita pemahaman akan pentingnya pengelolaan sampah dengan bersengaja baik secara mandiri maupun komunal. Dalam pendekatan sistem pengelolaan sampah (garbage management) dikenal 3R. sebagaimana pembaca sudah lebih tahu. Yaitu Reduce (mengurangi), Reuse (memanfaatkan kembali, dan Recycle (mendaur ulang).


Terhadap konsep 3R ini kita tentu sudah sangat mafhum. Tetapi untuk menjalankannya mungkin sangat sulit. Disamping pemahaman tentu saja diperlukan komitmen kita akan pentingnya mendukung pendekatan 3R itu untuk keselamatan lingkungan kita. Terhadap hal ini, maaf, saya tidak sedang menceritakan orang lain.


Kue Kemerdekaan


Menyimak video kue sisa pesta peringatan hari kemerdekaan, salah satu yang mungkin ingin dihighlight pengunggah adalah masih rendahnya pemerataan ekonomi di tanah air kita. Seperti yang kita lihat Presiden Prabowo sudah lebih tegas memberikan keberpihakan kepada ekonomi wong cilik. Kebijakan beliau pun sudah lebih nyata. Makanan bergizi gratis salah satunya, terlepas dari kurang lebih pelayanannya.


Berbagai pendekatan untuk kemandirian dan pemerataan akses terhadap asset asset ekonomi terus dibangun dan ini angin segar bagi bangsa Indonesia. Ya angin segar, untuk keluar dari jebakan mayoritas asset dikuasi segelintir orang dan sedikit asset dibagi mayoritas bangsa. Setidaknya komitmen dan retorika pemerintah kearah itu sudah lebih baik dibanding pemerintahan lalu.


Preferensi kebijakan pro-rakyat, bila memang makin condong kesitu, maka ini menguntungkan pelaku ekonomi kecil dan menengah, UMKM. Ini penting karena jumlah UMKM di Indonesia, signifikan. Sekira 66 juta unit usaha (data Kemenkop UKM, 2025). Perannya pun sangat strategis, disinyalir menyumbang sekitar 62,3 persen PDB dan menyerap 117 juta tenaga kerja, atau sekitar 97 persen total angkatan kerja nasional. 


Arah ini diharap menjadi solusi untuk menekan angka pengangguran yang saat ini masih tergolong tinggi di Indonesia, yaitu mencapai lebih dari 7,2 juta jiwa (per-Februari 2025), atau setara dengan 5 persen dari total angkatan kerja nasional.


Inilah diantara kado “kue kemerdekaan” yang patut mendapat perhatian dan prioritas. Pasca 80 tahun merdeka ternyata Indonesia masih menyisakan perjalanan panjang untuk mampu mencapai harkat dan martabat sesuai misi kemerdekaan itu sendiri.


Anak Jalanan


Satu hal lain anak dalam video itu mengingatkan kita pada bocah bocah merdeka yang ada di jalanan ibu kota dan berbagai kota di Indonesia. Adakah anak itu mewakili mereka? Kita tidak tahu. Yang pasti Indonesia masih menggenggam angka tinggi, yaitu mencapai 67 ribu anak terlantar (data Kemensos, 2022), yang diperkirakan lebih 9 ribuan diantaranya hidup di jalanan.


Tentu saja ini miris, dan kita mengkhawatirkan nasib mereka dan nasib masa depan Indonesia di tangan mereka.


Unicef mendefinisikan anak jalanan adalah anak anak usia di bawah 18 tahun yang menghabiskan sebagian besar waktu mereka di jalanan untuk bertahan hidup, baik dengan mengemis, mengamen, atau melakukan pekerjaan informal lainnya. 


Usia mereka ini adalah usia sekolah. Sepatutnya mereka belajar, tetapi mereka terjebak dalam situasi keterbatasan yang menggiring mereka – tentu bersama keluarga mereka yang utamanya karena miskin – ke jalanan tak berujung. Mereka perlu terus berjalan mengikuti arah cahaya remang yang ada dalam diri mereka. 


Mereka mengais dalam gelap. Gelapnya kehidupan dan masa depan yang mampu memberi secercah kemajuan dan kebahagiaan dalam standar sebuah bangsa besar, Indonesia, sebagaimana cita cita kemerdekaan itu sendiri.

Mana tangan kekar yang akan membela, membimbing dan melindungi mereka? Mana hati lembut yang mengajari mereka akan makna kehidupan dan menyirami mereka dengan hikmah? Mana lingkungan asri tempat mereka menghirup udara pagi, dan tempat mereka bobok marangkai mimpi di malam hari? Wallahu a’lam.


(Penulis adalah juga Pegiat Pemberdayaan, Pembina Yayasan Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK), Jakarta)


Banda Aceh, 19 Agustus 2025

×
Berita Terbaru Update