-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Qawiyun Amin dan Solusi Generasi Pemimpin Bangsa

Selasa, 30 September 2025 | September 30, 2025 WIB Last Updated 2025-10-01T04:50:18Z

Oleh Saifuddin A. Rasyid

Al-Rasyid.id • Rektor UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Prof Mujiburrahman -- sering disapa Prof Mujib -- menggaris bawahi kembali kondisi akhlak bangsa yang beliau sebut tidak sedang baik baik saja. Di Indonesia secara keseluruhan. Di Aceh, sama. Banyak masalah yang kita hadapi walau solusi terus dicari.


Prof Mujib menyiratkan hal itu dalam pidato pengarahannya saat membuka program ma’had yang dihadiri sekira 1000an mahasiswa angkatan ke 13 gelombang 1 dan 2, Ahad subuh 21 September 2025 di masjid Fathun Qarib UIN Ar-Raniry. Tahun ini UIN Ar-Raniry menerima 4.563 mahasiswa baru yang semuanya diwajibkan dan lulus program ma’had sebelum mencapai gelar kesarjanaan di UIN Ar-Raniry. Ini kebijakan Kementrian Agama yang wajib dijalankan, kata Prof Mujib dalam kesempatan itu.


Dalam kesempatan itu juga sang rektor menekankan para mahasiswa, bukan hanya yang baru tetapi semua, agar menjaga diri dari pengaruh negatif yang ditemukan dalam kehidupan sehari hari. Perkuat akhlak, jaga kesehatan, jaga kepercayaan orangtua, ambil momentum untuk terus belajar maksimal selama di kampus. Rektor juga meminta mahasiswa agar mengenali permasalahan dan penyakit sosial yang beredar di sekitar kita sebagai tantangan masa depan, dengan ilmu, pengetahuan dan keterampilan.


Masalah Bangsa


Seperti juga digarisbawahi oleh Prof Mujib, secara khusus di Aceh, kita sedang menghadapi sejumlah isu, yang kadang termasuk membuat kita miris bila diupload di media. Pasalnya Aceh daerah yang mengimplementasi qanun syari’at Islam. Sangat mudah dan jelas terlihat ke permukaan.


Kasus judi online (judol) misalnya ikut menyeret Aceh ke pentas nasional. Tahun lalu (2024) Kompas menyebut Aceh termasuk peringkat ke enam di Indonesia paling banyak akses judol.


Ketua Masyarakat Informasi Teknologi (MIT) Aceh, Teuku Farhan, yang juga salah seorang imam rawatib masjid Fathun Qarib UIN Ar-Raniry menyayangkan isu ini terjadi. Farhan memperkirakan sepertinya ada pembiaran terhadap situs situs judol. Harusnya para pejabat dan atau kementerian terkait memblokir situs situs yang terindikasi judol. Bukan membiarkan, apalagi melindungi. Sejak kemunculannya pada tahun 2016, kata Farhan, judol sudah menjadi fenomena serius.


Perilaku seks menyimpang juga mengemuka di Aceh dan juga menjadi masalah serius. Ini tercermin dari gambaran tiga tahun terakhir catatan kasus HIV/ Aids di Aceh. Berdasarkan data Dinas Kesehatan propinsi Aceh, periode Januari sampai Juli 2025 saja di Aceh hampir mencapai 200 kasus. Sementara total kasus tahun lalu, 2024 sekira 350 kasus, dan tahun sebelumnya 2023 lebih rendah, sekira 325 kasus. Disinyalir mayoritas penderita, sekira 48 persen, adalah usia 21 sampai 30 tahun. Mahasiswa umumnya berada pada rentang usia ini.


Membuka aurat dan meninggalkan shalat adalah problema kemaksiatan, terutama di kalangan remaja, juga penting mendapat perhatian kita. Membuka aurat baik bagi perempuan maupun lelaki dan meninggalkan shalat, kata Prof Mujib, dosanya sama. Jangan dikira membuka aurat merupakan hal biasa saja. Mungkin karena kurang ilmu. Padahal kedua hal ini sudah memiliki konsekuensi dan ketentuan hukum yang tegas (qath’i) baik dalam Alquran maupun Hadis Nabi SAW.


Kemampuan membaca Alquran di Aceh juga termasuk bermasalah. Bukan hanya di kalangan remaja tetapi juga di kalangan dewasa. Data yang tersebar di media membuat kita tercengang. Lebih dari 75 persen umat Islam di Aceh tidak mampu membaca Alquran. Dr. Syahminan, Direktur Ma’had Al-Jami’ah UIN Ar-Raniry, menyayangkan ada generasi muslim yang bahkan tidak mampu membaca Al-Fatihah dengan benar. Bagaimana shalat mereka?, tanya beliau pada dirinya.


Lost Generation


Allah Yarham Prof Farid Wajdi Ibrahim (mantan rektor UIN Ar-Raniry) kerap melontarkan istilah “lost generation” dalam sejumlah ceramah terakhir beliau sebelum berpulang. Ini terkait dengan kerisauan beliau melihat kecenderungan lemahnya generasi muda kita, termasuk para mahasiswa, khususnya di Aceh.


Istilah lost generation ini sendiri dipopulerkan oleh Ernest Hemingway dan F. Scott Fitzgerald pada tahun 1920, dalam novel mereka The Sun Also Rises, yang menggambarkan generasi yang tumbuh dan kehilangan arah pasca perang dunia pertama yang terjadi pada era 1914 sampai 1918 dan merusak banyak sektor. Termasuk merusak masa depan generasi bangsa bangsa di dunia.


Istilah ini juga dapat digunakan untuk menggambarkan keadaan generasi yang linglung tanpa arah pasca pandemi, pasca konflik, dan kelompok demografi usia produktif yang tidak memiliki arah atau tujuan yang jelas, yang ini bisa berpotensi menyebabkan kejatuhan sebuah negeri.


Memperhatikan banyaknya masalah yang kita hadapi, khususnya di Aceh, dan umumnya daerah lain di nusantara, dalam perspektif diatas, tentu ini menjadi tantangan bagi segenap warga bangsa, terutama bagi pemerintah dan lembaga pendidikan di tanah air. Penting ditemukan solusi mendasar dan berkelanjutan untuk memastikan arah masa depan warga bangsa dan untuk negeri ini berjalan baik baik saja.


Kita perlukan generasi yang kuat sebagaimana diamanahkan oleh Alquran Surat An-Nisa ayat 9, yang mengindikasikan kewajiban generasi umat untuk secara bersengaja menyiapkan generasi pelanjut yang siap menghadapi tantangan kedepan.


Sejalan dengan ayat tersebut Sayidina Ali bin Abi Thalib pun meminta kita persiapkan generasi kuat kedepan dengan pertimbangan dan pendekatan yang baik karena mereka hidup pada kurun waktu yang berbeda dengan kita. Sayidina Ali dari kalangan generasi muda yang disiapkan Rasulullah SAW, adalah contoh referensi yang sesuai untuk kita ikuti.


An-Nisa ayat 9 tentu dapat menjadi antithesis terhadap kegelisahan Hemingway Cs diatas, karena ayat tersebut perintahnya jelas yaitu mengamanahkan kita untuk mewariskan arah dan kesiapan pribadi generasi kuat, bukan generasi yang lemah.


Empat Kekuatan Generasi Kuat


Para ulama memberi batasan pengertian An-Nisa ayat 9, berdasarkan arah yang ditunjukkan Nabi SAW, bahwa kelemahan generasi yang penting diwaspadai dapat diukur dengan empat hal. Keempat hal itu tentu saja sejalan dengan kecenderungan lingkungan generasi yang selalu baru, baru lagi dan terus baru.


Dengan mewariskan empat hal ini tentu diyakini generasi muda kita kapanpun akan siap menghadapi tantangan apapun dan dimanapun. Dengan bahasa lain adalah penting bagi kita membangun kekuatan generasi dalam empat aspek tersebut.


Pertama, kuat aqidah. Ini pondasi dasar yang sangat menentukan kekokohan masa depan generasi. Bagaikan pohon yang akarnya kuat menghunjam ke bumi, menyerap nutrisi, dan melindungi mereka dari berbagai terpaan badai yang dapat saja datang dari berbagai arah. Kekokohan aqidah bagaikan landasan pacu pesawat terbang, tempat pesawat takeoff (pergi) dan juga untuk melakukan pendaratan (kembali). Taklah mungkin dapat bertahan sebuah generasi muslim bila aqidahnya lemah.


Kedua, kuat ibadah. Dasar filosofi kekuatan ibadah ini, seperti sering disampaikan, ada dalam nasehat Luqman Al-Hakim kepada anak anaknya. Generasi kuat tidak menyekutukan Allah, berbakti kepada orangtua, mendirikan shalat, tidak bersikap sombong, sederhana dalam berjalan dan berbicara (QS Luqman, ayat 13 sampai 19).


Ketiga, kuat ilmu. Terkait dengan kekuatan ilmu ini sering dikutip manaqib Imam Syafii yang menjelaskan bahwa kebahagiaan dunia dan kebahagiaan akhirat hanya dapat diraih dengan ilmu. Dengan kata lain ilmu adalah modal utama dalam meraih kesuksesan dalam kehidupan. Banyak sekali sumber referensi yang dapat dikaji terkait keniscayaan ilmu ini, baik dari Alquran, Hadis, dan pendapat para ulama. Lembaga pendidikan, apalagi perguruan tinggi, tentu saja sudah memiliki roadmap dan visi ke arah mana dituju.


Keempat, kuat ekonomi. Yaitu kekuatan dalam bentuk kesejahteraan dan kemandirian generasi. Nabi SAW memerintahkan umat untuk berusaha, berikhtiar, dan melarang kita meminta minta. Banyak hadis beliau yang menjelaskan hal ini, yaitu penting membangun kemandirian manusia. Salahsatu mafhum hadis yang populer adalah tangan diatas (yaitu yang memiliki kemampuan ekonomi dan suka berkontribusi) itu lebih baik daripada tangan dibawah (yang mengharap harap bantuan dan pemberian orang, atau yang suka meminta minta).


Membebani orang tua sebagai sumber bantuan keuangan, sandaran ekonomi, dan tidak berpikir untuk berusaha dalam waktu yang lama serta lalai terus bermain dan tak memiliki rasa malu, adalah juga termasuk sikap perilaku dalam adagium tangan di bawah ini.


Lembaga pendidikan, baik formal maupun non formal, juga lembaga lembaga pemberdayaan, tentu sudah membangun visi kearah itu. Namun perlu melihat kembali prioritas dan strateginya, sudahkan mengarah pada misi membangun kekuatan generasi yang sesuai untuk mengantisipasi tantangan saat ini dan waktu mendatang?


Qawiyun Amin


Ini adalah istilah Alquran untuk menggambarkan generasi kuat dalam dua kata. Tentu ini dapat menjadi visi utama pembinaan generasi di segenap lembaga pendidikan berbagai level dan lembaga pemberdayaan sumberdaya manusia.


Istilah “qawiyun amin” terdapat di dua tempat dalam Alquran. Yaitu An-Namlu (27) ayat 39, dan Al-Qashash (28) ayat 26.


Dalam An-Namlu ayat 39 Allah menceritakan jawaban jin Ifrit atas tantangan Nabi Sulaiman untuk membawa istana ratu Bilqis ke hadapan dirinya sebelum Bilqis tiba untuk menyerahkan diri (menerima Islam). Ifrit mengatakan bahwa dirinya sanggup melakukannya bahkan sebelum Sulaiman berdiri dari tempat duduknya, karena Ifrit (mengaku) memiliki kekuatan (qawiyun) dan dapat dipercaya (amiin).


Sementara pada Surat Al-Qashash ayat 26 Allah kisahkan perkataan salah seorang putri Nabi Syu’aib kepada ayahnya agar mengangkat Nabi Musa sebagai pekerja pada perusahaannya, karena Musa tergolong orang yang “kuat dan dapat dipercaya”, sebagai kriteria yang baik untuk diangkat sebagai pekerja. Hebat! Musa bukan hanya diangkat sebagai pekerja tetapi bahkan kemudian diambil menjadi menantu Nabi Syu’aib.


Pemuda yang kuat, yaitu generasi yang memiliki potensi dua hal, yaitu pertama, kekuatan fisik, kecerdasan ilmu, mandiri secara ekonomi, dan memiliki keterampilan manajemen dan teknologi. Kedua, berakhlak mulia, berakidah kuat, berketetapan dalam ibadah, menjaga diri dari berbuat dosa dan tidak menyeleweng dari amanah dan tanggung jawab. Pemuda seperti inilah yang akan dicari untuk memimpin dunia.


Bersiaplah dan bersigaplah. Lingkungan kita makin tidak kondusif, pengaruh negatif makin tak terbendung. Mungkin kehidupan ke depan akan lebih kejam, yang siap menelan siapa saja. Hanya orang orang yang kuat dan bersiap menghadapi tantangan itu yang siap menghadang segala terjangan dan segenap pengaruh negatif itu. Karena kader generasi muslim disiapkan dengan dasar yang kuat dan arah yang jelas. Wallahu a’lam.


(Penulis adalah Akademisi, dan Imam Besar Mesjid Fathun Qarib, UIN Ar-Raniry Banda Aceh)

×
Berita Terbaru Update